Senin, 15 Februari 2010

Kerusakan Hutan Akibatkan Gajah Masuk Kompleks Chevron

Kerusakan Hutan Akibatkan Gajah Masuk Kompleks Chevron

Sumber: Antara, 03 Pebruari 2010 
Pekanbaru

Kawanan gajah liar yang memasuki kompleks PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) di Kecamatan Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau, adalah akibat satwa dilindungi tersebut kesulitan mencari makan di hutan habitatnya yang rusak parah .

"Gajah yang masuk kompleks perusahaan berasal dari Kawasan Suaka Margasatwa Balai Raja. Namun, karena habitat mereka di Balai Raja telah rusak parah, maka gajah kini sulit mendapatkan makanan dan terpaksa masuk di areal perusahaan," kata Humas WWF Riau Syamsidar kepada ANTARA di Pekanbaru, Rabu.

Syamsidar mengatakan hal itu terkait masuknya puluhan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di kompleks CPI Duri sejak 24 Januari. Syamsidar mengatakan, kondisi hutan di Balai Raja yang merupakan habitat gajah kini tinggal bersisa sekitar 120 hektare. atau kurang dari 10 persen, dari luas sebelumnya yang mencapai 18 ribu hektare saat ditetapkan Menteri Kehutanan pada 1986.

Kondisi habitat tempat mencari makan satwa bongsor itu juga makin sempit karena hutan yang tersisa merupakan rawa-rawa dan sering meluap saat musim hujan. 
"Kompleks Chevron sebenarnya bukan lintasan gajah, tapi sekarang sepertinya menjadi jalur lintasan alternatif karena habitat mereka makin sempit akibat beralih fungsi menjadi kebun sawit dan perumahan warga," katanya.

Berdasarkan catatan ANTARA, kawanan gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus) sebelumnya pernah berkeliaran di dalam kompleks CPI Duri akibat meningkatnya konflik dengan manusia sejak tahun 2006.

Ia menambahkan, WWF kini bekerja sama dengan CPI berupa melakukan pembekalan pada sekuriti perusahaan agar tidak terjadi konflik antara gajah dengan manusia di dalam areal perusahaan. "Kami hanya melakukan pembekalan kepada sekuriti karena penghalauan gajah semestinya dilakukan BKSDA Riau," katanya. 
(F012/B010)

http://www.pili.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=806&Itemid=193

Harimau Sumatra Berkeliaran di Kebun Warga

Harimau Sumatra Berkeliaran di Kebun Warga

Sumber: Antara, 02 Februari 2010 
Tapaktuan

Sekawanan harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) berkeliaran di kebun milik warga di gunung Cahaya desa Gunung Rotan, Kecamatan Labuhan Haji Timur, Kabupaten Aceh Selatan.

Camat Labuhan Haji Timur Rachmanuddin di Tapaktuan Selasa mengatakan, telah menerima laporan warga tentang keberadaan seekor harimau di kebun milik Ali Syamsu (43) dan Alidar (41) warga desa Limau Saring.

"Kedua petani pala itu nyaris diterkam harimau saat membersihkan ilalang di kebunnya dan ia kemudian lari menjauh dari hewan pemangsa itu," kata Rahmanuddin. 
Didampingi Kepala Desa Limau Saring M Husaini, ia mengatakan kedua petani pala itu mengaku masih takut untuk pergi ke kebunnya yang berjarak sekitar tujuh kilometer dari kediaman mereka.

Kabar tentang dikejarnya dua petani oleh satwa pemangsa itu cepat beredar di kalangan masyarakat terutama petani yang mempunyai kebun dikawasan penggunungan sehingga banyak kebun yang dibiarkan terlantar.

Selain berkeliaran di kebun warga, satwa dilindungi itu juga telah memangsa seekor kambing milik Nurdin didalam kandang yang berada di belakang rumahnya di desa tersebut.

Selain di wilayah kecamatan Labuhan Haji Timur, seekor harimau juga meresahkan warga desa Buket Meueh, Jambo Papeun dan Ladang Baro Kecamatan Meukek. Beberapa warga desa Buket Meuh mengatakan harimau yang diperkirakan berusia dewasa itu sering terlihat pada sore hari menjelang azan mahgrib. "Harimau sering terlihat disemak-semak dan ada yang melihatnya melintas di jalan desa," kata Anwar, seorang warga desa Buket Meueh.(*)

http://www.pili.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=806&Itemid=193

Target Keanekaragaman Hayati 2010 Indonesia Capai 30 Persen Kawasan Konservasi

Target Keanekaragaman Hayati 2010 Indonesia Capai 30 Persen Kawasan Konservasi

Oleh: Ani Purwati 
Berita Bumi, 05 Februari 2010

Target Keanekaragaman Hayati 2010 Indonesia telah mencapai 30% kawasan konservasi dari laut dan daratan. Target ini lebih tinggi dari ketentuan internasional yang menetapkan 10% kawasan konservasi secara nasional.

"Meski demikian pencapaian target 30% belum mewakili semua ekosistem sehingga dilakukan penambahan dengan taman-taman keanekaragaman hayati," demikian menurut Masnellyati Hilman, Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Peningkatan Konservasi Sumberdaya Alam dan Pengendalian Kerusakan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) di Jakarta (21/1).

Dari kawasan laut mencapai 7% kawasan konservasi. Dengan Proyek CTI diharapkan bisa menambah kawasan konservasi. Saat ini juga terus dilakukan inventarisasi untuk mengumpulkan data.

Studi pencapaian target keanekaragaman hayati 2010 Indonesia menunjukkan bahwa beberapa upaya sedang dilakukan untuk mencapai target ini. Beberapa target yang diadopsi di tingkat nasional mengarah pada target 2010. Namun, tidak ada target spesifik merujuk kepada target 2010. Salah satu target nasional yang diadopsi adalah meningkatkan kawasan konservasi laut dari 4,7 juta ha pada tahun 2003 menjadi 10 juta ha pada tahun 2010, dan kemudian akan ditingkatkan menjadi 20 juta ha pada tahun 2020.

Berdasarkan hasil kajian awal pada status, tren, ancaman dan konservasi keanekaragaman hayati, pengkajian pada IBSAP, pengarusutamaan pertimbangan keanekaragaman hayati ke dalam program-program sektoral, dan pencapaian target 2010 dalam Laporan Keanekaragaman Hayati Nasional ke-4 untuk Konvensi Keanekaragaman Hayati (http://www.cbd.int/doc/world/id/id-nr-04-en.pdf), menunjukkan bahwa pelaksanaan Konvensi mulai meningkatkan upaya konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati. Karena kendala data, khususnya pada tren keanekaragaman hayati, informasi yang dikumpulkan pada umumnya hanya mengenai status keanekaragaman hayati, pelaksanaan IBSAP, dan usaha dalam mencapai target 2010.

Tren yang diamati hanya menggambarkan meningkatnya kawasan konservasi, meningkatnya jumlah jenis flora dan fauna yang dikembangkan sebagai upaya konservasi ex-situ, dan upaya rehabilitasi ekosistem (mangrove dan terumbu karang). Dalam pelaksanaan IBSAP, pengumpulan informasi hanya menghasilkan sebuah ilustrasi apakah program Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) dilaksanakan. Namun pelaksanaan IBSAP menunjukkan bahwa telah ada keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan keanekaragaman hayati, pengembangan penggunaan keanekaragaman hayati berkelanjutan, peningkatan kapasitas kelembagaan, dan upaya rehabilitasi atas kerusakan keanekaragaman hayati.

Pengarusutamaan pertimbangan keanekaragaman hayati telah dimulai terutama oleh sektor-sektor yang memiliki relevansi lebih langsung dengan pengelolaan keanekaragaman hayati. Tapi masih memerlukan pembangunan sebuah mekanisme atau pengaturan yang memastikan bahwa program-program sektoral dan rencana aksi secara langsung memberikan sumbangan pada pelaksanaan dari Konvensi ini. Untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya genetik berkelanjutan, rancangan undang-undang telah dikembangkan tentang pemanfaatan sumberdaya genetik dan database sumberdaya genetik hutan, tanaman obat, hortikultura dan tanaman pangan. Dalam undang-undang, salah satu isu yang dibahas adalah sama dan meratanya pembagian keuntungan dari penggunaan sumber daya genetik.

Keberadaan data adalah faktor kunci untuk seleksi indikator. Pada tahun 2008 koleksi data dan informasi yang dapat digunakan untuk mengkaji pencapaian target 2010 menggunakan indikator yang telah disepakati. Data dan informasi yang terkoleksi adalah data di rentang tahun 2003-2008 dan merupakan inisial data yang memerlukan up graded setiap tahun. Hasil studi sekarang tidak merefleksikan kemajuan pencapaian target 2010. Studi telah dilakukan untuk mengetahui status dan kecenderungan keanekaragaman hayati dalam mencapai target 2010.

Perlu Ditingkatkan

Di antaranya, dari 1981 sampai 2007, ada peningkatan area konservasi. Namun, dari sudut representasi ekosistem, distribusi kawasan konservasi belum memadai, dan dalam hal efektivitas, pengelolaan kawasan konservasi masih perlu ditingkatkan, mengingat sampai tahun 2008, dari semua kawasan konservasi (terrestrial), hanya 105 unit yang telah menyetujui rencana manajemen, sementara 87 unit rencana manajemen yang lain masih dalam proses persetujuan. Selain itu, 338 unit tidak memiliki rencana pengelolaan semua.

Selain itu telah ada upaya untuk mempertahankan atau mengurangi penurunan populasi ikan dan terumbu karang melalui pelaksanaan berbagai peraturan yang terkait dengan perikanan dan pengelolaan wilayah pesisir dan kecil pulau. Perubahan status spesies terancam didukung oleh ketersediaan sebagian peraturan pemerintah untuk menghentikan praktik penangkapan ikan dan tambang  yang merusak terumbu karang.

Meski demikian dari kebijakan pemerintah yang ada, menurut Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Coral Triangle Initiative (CTI) hanya meningkatkan laju kerusakan laut di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Melalui CTI Business Summit yang berlangsung di Manila, Filipina pada tanggal 19-20 Januari 2010, proyek ini hanya berpeluang bisnis untuk sektor pariwisata, pengolahan ikan tuna, dan investasi berbasis sumberdaya kelautan dan perikanan, minyak dan gas. Sebaliknya mengabaikan kesepakatan mendesak perlindungan dan pengakuan terhadap perairan dan hak-hak nelayan tradisional.

Kiara menilai, CTI hanya akan mengarah kepada agenda Pasar Bebas Konservasi (Free Market Conservation). Ini berkaitan dengan tumpang tindihnya kawasan keanekaragaman hayati dengan deposit pertambangan dan migas di beberapa negara. Indonesia salah satunya. Sebuah inisiatif global antara pelaku pertambangan, LSM konservasi internasional bersama lembaga keuangan internasional sedang digalang, menjawab hal itu. Dan untuk memungkinkan skema kompensasi keanekaragaman hayati (Biodiversity offset), yang akan dikuasai dan dikontrol badan-badan swasta. Seluruh lembaga konservasi internasional yang terlibat dalam CTI juga terlibat dalam inisiatif ini.

Artinya CTI hanyalah langkah awal mengintegrasikan data, mekanisme, hukum kesepakatan-kesepakatan negara kaya bahan tambang dan keanekaragaman hayati, yang akan memberikan pembenaran bagi industri paling merusak itu, terus beroperasi. Asalkan membayar kompensasi biodiversity.

Gagal Substansial

Secara global dalam pidatonya (http://www.cbd.int/2010-target/), Ahmed Djoghlaf sebagai Sekretaris Eksekutif Konvensi Keanekaragaman Hayati mengatakan bahwa meskipun kemajuan signifikan tercapai, tapi  gagal untuk memenuhi janji secara substansial mengurangi laju kehilangan keanekaragaman hayati bila mengadopsi hasil KTT Dunia Johannesburg tentang Pembangunan Berkelanjutan delapan tahun lalu yang dihadiri 110 Kepala Negara dan Pemerintahan. Pertemuan Stromstad Uni Eropa yang diselenggarakan pada bulan September tahun lalu juga membenarkan pesan Athena bahwa Uni Eropa tidak akan memenuhi target keanekaragaman hayati 2010.

Kesimpulan serupa dicapai dalam Dialog Keanekaragaman Hayati Kobe serta pada Konferensi Keanekaragaman Hayati ASEAN Pertama yang diadakan di Singapura pada bulan Oktober tahun lalu.

"Lebih dari 100 laporan nasional dari para Pihak menunjukkan bahwa kita terus mengalami kehilangan keanekaragaman hayati pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya," kata Djoghlaf.

Menurutnya, di sinilah pentingnya kebersamaan untuk memecahkan masalah-masalah yang kita ciptakan sendiri dan bisa berdampak pada anak-anak kita dengan menggunakan cara baru dalam berbisnis, sebuah pemikiran dan pendekatan baru untuk mempersiapkan, menerapkan dan melaksanakan bersama-sama Rencana Strategis Konvensi Keanekaragaman Hayati untuk periode 2011-2020. Rencana Strategis baru ini akan mencakup  visi keanekaragaman hayati 2050 serta target 2020 dan sub-sasaran, sebagai sarana implementasi dan mekanisme pemantauan dan evaluasi.


http://www.pili.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=806&Itemid=193


Mewujudkan Pengelolaan Hasil Hutan oleh Masyarakat Adat

Mewujudkan Pengelolaan Hasil Hutan oleh Masyarakat Adat

WWF, 04 Februari 2010 
Sentani

Sejalan dengan Peraturan Daerah Khusus No.21 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua yang salah satu tujuannya untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat pemilik hak adat dalam mengelola sumber daya alamnya, WWF Indonesia Region Sahul bersama dengan masyarakat adat secara aktif melalui proses perencanaan bersama, peningkatan teknis administrasi dan manajemen pemanenan hasil serta desain model pengelolaan hutan alam lestari berbasis masyarakat adat, mendorong terbentuknya Koperasi Serba Usaha Jibogol di Distrik Unurum Guay Kabupaten Jayapura.

Presentasi ini bertujuan untuk menjelaskan kepada para pihak termasuk pemerintah daerah provinsi dan kabupaten serta instansi terkait lainnya mengenai tujuan dan rencana tatakelola hutan melalui Koperasi Jibogol untuk permohonan ijin pemanfaatan hasil hutan kayu oleh masyarakat hukum adat (IUPHHK-MHA). Diharapkan melalui presentasi ini juga akan didapatkan input positif bagi pengembangan model pengelolaan hutan oleh masyarakat adat di Distrik Unurum Guay.

Direktur WWF-Indonesia Region Sahul dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu bagian dari program WWF-Indonesia dalam mendukung kebijakan pengelolaan hutan di Tanah Papua haruslah dikembalikan kepada masyarakat adat dan juga dengan melihat perdasus kehutanan No.21 Tahun 2008 dimana ada peluang bagi masyarakat adat untuk mengelola hutannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa bersama BPK Kehutanan Papua, BPKH, BP2HP, Universitas Negeri Papua, WWF telah melakukan studi potensi dan tata batas hutan untuk areal pengelolaannya. Masyarakat adat juga telah memiliki sebuah badan usaha yaitu Koperasi Jibogol untuk pengelolaan hutan. Melalui kegiatan ini WWF ingin mendorong agar antara regulasi dan implementasi dapat disinergiskan pada tingkat implementasi di lapangan bagi kesejahteraan masyarakat adat disekitar hutan. Kami atas nama WWF juga memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua yang selalu mendukung kegiatan kami, juga jajaran Dinas Kehutanan Kabupaten Jayapura, Masyarakat adat dari Distrik Unurum Guay serta pengurus Koperasi Jibogol.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Ir. Marthen Kayoi, MM saat membuka pertemuan menyampaikan terimakasih kepada pihak WWF-Indonesia yang telah memfasilitasi inisiatif kegiatan ini yang dibangun mulai dari bawah. Di seluruh Provinsi Papua terdapat empat kelompok model pengelolaan hutan di Papua yang memiliki dasar hukum dan kelengkapan administratif dan manajemen yang baik. Pada kesempatan ini juga Kepala Dinas Kehutanan menyatakan bahwa pihaknya akan menyerahkan satu alat pemotong kayu portable (portable chainshaw) bagi masyarakat adat di Kampung Guriat melalui Koperasi Jibogol. Harapan kami ini akan menjadi model bagi pengelolaan hutan oleh masyarakat adat kedepan. Dimana ini akan menjadi pembelajaran bagi kita semua bukan hanya bagi masyarakat dan WWF tetapi juga bagi pemerintah daerah termasuk bagaimana mengatur mekanisme pasarnya. Tidak ada jalan lain bahwa Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten dan masyarakat adat melalui koperasi haruslah bekerjasama untuk mengembangkan jaringan pengelolaan industri kayu rakyat ini.

Pertemuan ini terselenggara atas kerjasama WWF-Indonesia, Dinas Kehutanan Provinsi Papua dan Dinas Kehutanan Kabupaten Jayapura bertempat di Gedung Pertemuan Tabita di Sentani. Pertemuan dihadiri oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Direktur WWF-Indonesia Region Sahul, SKPD terkait ditingkat Kabupaten Jayapura, Kepala Kampung Guriat, masyarakat adat dan pengurus Koperasi Jibogol.

Catatan untuk editor:
Tentang WWF-Indonesia

WWF, sebuah organisasi konservasi, dengan misi menghentikan perusakan lingkungan alami di planet bumi dan untuk membangun masa depan dimana manusia hidup secara harmonis dengan alamnya, melalui perlindungan keanekaragaman hayati, memastikan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari, dan mempromosikan pengurangan polusi dan penggunaan sumber daya secara berlebihan. WWF bekerja di lebih dari 90 negara dan didukung oleh hampir 5 juta pendukung di dunia. WWF mulai bekerja di Indonesia tahun 1962. Untuk informasi lebih jauh tentang WWF, kunjungi www.wwf.or.id atau www.panda.org

Informasi lebih lanjut:


http://www.pili.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=806&Itemid=193